Ceritanya sendiri seperti ‘buku
sejarah’ belaka. Penggambaran mengenai kehidupan Soekarno terkait dengan masa
perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia. Adegan dimulai dengan situasi di tahun
1934 saat serdadu marsose pemerintah kolonial Belanda Dutch East
Indies menangkap Soekarno dan beberapa rekannya yang tengah berada di rumah
Ketua PNI (Partai Nasional Indonesia) Jawa Tengah, dokter Sujudi.
Adegan
lantas flash-back ke masa kecil Soekarno, dimana saat itu ia yang masih
bernama Kusno sakit-sakitan. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo sampai
menjalankan ‘laku tirakat’, tidur di bawah ranjang anak lelakinya. Tujuannya
adalah agar penyakit itu ‘pindah’ ke tubuhnya. Akhirnya menurut kepercayaan
Jawa, nama Kusno dipandang tidak cocok bagi anak itu. Dengan upacara ‘ruwatan’,
maka ia pun diganti namanya menjadi Soekarno. Nama ini terinspirasi dari nama
tokoh Kurawa yang sesungguhnya berhati mulia, Adipati Karna.
Cerita maju terus ke masa kecil
Soekarno yang sempat menjalin “cinta monyet” dengan seorang gadis cilik Belanda
bernama Mien Hessel. Namun, justru di sinilah rasa nasionalismenya tumbuh saat
ia diusir oleh ayah Mien karena dianggap tidak sederajat. Ketika ia mengikuti
rapat-rapat Sarekat Islam yang dipimpin oleh bapak kost-nya Hadji Oemar Said Tjokroaminoto
(HOS Cokroaminoto) ia makin tertarik pada ide kebangsaan. Soekarno muda pun
mulai belajar berpidato sendirian di kamarnya. Segera, di usia 24 tahun ia
telah mulai berpidato di berbagai tempat.
Beranjak
dewasa, Soekarno mulai aktif di politik. Ia mendirikan Partai Nasional
Indonesia (PNI) sebagai basis organisasinya bersama sejumlah rekan, termasuk
Gatot Mangkoepradja. Ia kemudian ditangkap dengan tuduhan menghasut dan
berhaluan komunis.
Ia, Gatot,
dan dua rekan lainnya dipenjara di Banceuy, Bandung. Di saat inilah ia kemudian
menyusun pledooi (pembelaan)-nya yang terkenal: “Indonesia Menggugat”.
Soekarno tetap dijatuhi hukuman penjara empat tahun, namun dua tahun kemudian
dibebaskan. Terutama karena gejolak di dalam negeri Belanda sendiri yang mengecam
hukuman itu sebagai bertentangan dengan kemanusiaan dan demokrasi.
Soekarno
kembali ke politik, tapi kemudian ditangkap lagi dan lantas diasingkan ke Ende,
lalu dipindahkan ke Bengkulu. Karena tidak memiliki podium dan massa, maka
Soekarno memilih menjadi guru relawan di sekolah Muhammadiyah. Di sinilah ia
kemudian jatuh hati pada salah satu muridnya, anak tokoh lokal Hassan Din.
Namanya: Fatmawati. Padahal, saat itu Soekarno masih beristrikan Inggit
Garnasih, istri keduanya setelah menceraikan istri pertamanya Siti Oetari.
Di saat
‘galau’ dengan masalah rumah tangganya, terutama karena Inggit belum mampu
memberikan anak, ekskalasi politik memanas. Perang Dunia II mencapai Asia
dengan masuknya Jepang ke dalam kancah perang dengan membom pangkalan angkatan
laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Jepang memberikan istilah
sendiri untuk Perang Dunia II di teater Pasifik sebagai “Perang Asia Timur
Raya”. Kekuatan Jepang dengan cepat melumpuhkan satu demi satu negara di Asia,
terutama di Asia Timur dan Tenggara. Indonesia yang waktu itu dikuasai Belanda
ikut jatuh, menyusul kalahnya Amerika Serikat dan Inggris di Singapura dan
Filipina.
Pasukan
Belanda pimpinan Letnan Kolonel Hoogeband yang berpangkalan di Bengkulu sempat
akan memindahkan Soekarno ke Jawa untuk kemudian akan diungsikan ke Australia.
Tapi terlambat karena Jepang keburu mendarat. Terjadi kekacauan, perampokan dan
penjarahan terutama terhadap orang-orang Belanda dan keturunan Tionghoa.
Beberapa petinggi tentara Belanda di sana kemudian dieksekusi oleh tentara
Jepang. Soekarno sendiri digambarkan sempat menyelamatkan pedagang Tionghoa
yang dirampok oleh tentara Jepang.
Berbeda
dengan Belanda, Jepang bersikap baik kepada Soekarno. Ia dibawa kembali ke
Jawa. Tujuan Jepang adalah memanfaatkan Soekarno untuk menarik hati rakyat agar
mendukung program 3 A: Jepang Cahaya Asia, Jepang Sahabat Asia, Jepang
Pelindung Asia. Ini adalah program propaganda perang negeri matahari terbit
itu. Apalagi ia sempat diperbolehkan membentuk PETA (PEmbela Tanah Air) dan
PUTERA (PUsat TEnaga Rakyat), serta mengibarkan bendera merah-putih dan
menyanyikan Indonesia Raya di seluruh Jawa. Tapi, Soekarno sedih karena Jepang
malah menggunakannya untuk mencari tenaga kerja paksa romusha. Di film ini
digambarkan bahwa foto Soekarno sedang menjadi ‘mandor’ memang sengaja dibuat
Jepang sebagai alat propaganda.
Walau
begitu, Soekarno merasa bisa memanfaatkan situasi ini untuk memberikan
kemerdekaan kepada Indonesia. Sutan Sjahrir keras menolak, untung ada Mohammad
Hatta yang bijak menjadi penengah. Akhirnya disepakati dua jalan, Soekarno dan
Hatta mencari peluang kooperasi dengan pemerintah Dai Nippon, sedangkan Sutan
Sjahrir memimpin kelompok pemuda berada di garis keras.
Di tengah
situasi genting, Soekarno mengalami masalah rumah tangga. Ia ingin menikahi
Fatmawati, tapi tidak mau menceraikan Inggit. Masalahnya, Inggit tidak mau
dimadu dan Fatmawati sudah dilamar orang lain. Akhirnya, Inggit mengalah dan
meminta diceraikan. Soekarno pun menikahi Fatmawati dan tak lama kemudian
istrinya itu hamil. Soekarno pun tak lama kemudian digembirakan dengan lahirnya
putra pertamanya, yang diberi nama Guntur Soekarnoputra.
Tanpa
diduga, Amerika Serikat yang gusar pada kekalahan di Pearl Harbour menggunakan
jalan pintas yang kejam untuk mengakhiri perang: menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menyerah kalah. Siaran radio luar negeri yang
dilarang berhasil didengarkan oleh beberapa tokoh, terutama Sjahrir. Ia
membujuk Soekarno dan Hatta agar mengabaikan janji kemerdekaan dari Jepang,
yang rencananya akan diadakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Soekarno yang
sempat diberikan penghargaan langsung oleh Kaisar Jepang Hirohito –yang bahkan
rela turun dari singgasana untuk menyalami Soekarno, suatu hal yang amat sangat
langka karena ia dianggap dewa di negerinya- masih mempercayai Jepang.
Saat
Soekarno, Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh ‘tua’ masih mempertimbangkan
beberapa hal, kelompok pemuda bergerak. Mereka menculik Soekarno, Hatta dan
Fatmawati ke Rengasdengklok pada 15 Agustus 1945. Sjahrir terkejut dan marah.
Meski berbeda pendapat dengan Soekarno-Hatta, ia menyatakan kedua tokoh itu
sangat penting bagi pergerakan kemerdekaan. “Dua-tiga Sjahrir pun tak akan bisa
menggantikan Soekarno!” katanya. Ia pun mendesak para pemuda untuk
mengembalikan keduanya ke Jakarta.
Sesampai
di Jakarta, Laksamana Tadashi Maeda melaksanakan janji samurainya setelah dalam
pertemuan sebelumnya sempat disindir Hatta. Ia meminjamkan rumahnya sebagai
tempat merumuskan naskah proklamasi. Bahkan, tokoh-tokoh pergerakan sudah
dikumpulkan sebelumnya dan menyambut Soekarno-Hatta saat tiba di rumah Maeda.
Akhirnya, diputuskan tiga orang untuk menyusun naskah proklamasi: Soekarno,
Hatta dan Ahmad Soebardjo .
Ketika
naskah itu selesai ditulis tangan, Sayuti Melik ditugaskan mengetiknya. Suasana
tegang terasa, terutama karena kuatir tentara Jepang akan ikut campur. Tapi
karena jaminan Maeda, semua lancar dan aman. Esok paginya, Hatta pulang dulu
untuk sahur, mandi dan berganti pakaian. Dalam film tidak digambarkan, tapi
saat itu bulan Ramadhan. Soekarno yang kelelahan demam. Ia diperiksa dr.
Soeharto. Tapi saat Bodancho PETA Latief Hendraningrat melapor semua sudah
siap, Soekarno menolak membacakan proklamasi tanpa Hatta. Ketika akhirnya Hatta
datang, acara pun dimulai dengan sambutan singkat dari Soekarno yang
dilanjutkan pembacaan naskah proklamasi dan pengibaran bendera Sang Saka Merah
Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Beberapa malam sebelumnya, Fatmawati yang
sedang mengandung menjahit sendiri dengan tangan bendera pusaka itu. Bendera
nasional pertama yang dikibarkan di era Indonesia merdeka.
Kemerdekaan
Indonesia disambut, peran Soekarno terus berlanjut. Dan bangsa ini terus
memantapkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Soekarno akan
selamanya dikenang sebagai Bapak Bangsa yang telah membawa Indonesia mencapai
kemerdekaannya.