Jumat, 02 Mei 2014

Resensi Film Soekarno



Ceritanya sendiri seperti ‘buku sejarah’ belaka. Penggambaran mengenai kehidupan Soekarno terkait dengan masa perjuangan pra-kemerdekaan Indonesia. Adegan dimulai dengan situasi di tahun 1934 saat serdadu marsose pemerintah kolonial Belanda Dutch East Indies menangkap Soekarno dan beberapa rekannya yang tengah berada di rumah Ketua PNI (Partai Nasional Indonesia) Jawa Tengah, dokter Sujudi.
Adegan lantas flash-back ke masa kecil Soekarno, dimana saat itu ia yang masih bernama Kusno sakit-sakitan. Ayahnya Raden Soekemi Sosrodihardjo sampai menjalankan ‘laku tirakat’, tidur di bawah ranjang anak lelakinya. Tujuannya adalah agar penyakit itu ‘pindah’ ke tubuhnya. Akhirnya menurut kepercayaan Jawa, nama Kusno dipandang tidak cocok bagi anak itu. Dengan upacara ‘ruwatan’, maka ia pun diganti namanya menjadi Soekarno. Nama ini terinspirasi dari nama tokoh Kurawa yang sesungguhnya berhati mulia, Adipati Karna.
Cerita maju terus ke masa kecil Soekarno yang sempat menjalin “cinta monyet” dengan seorang gadis cilik Belanda bernama Mien Hessel. Namun, justru di sinilah rasa nasionalismenya tumbuh saat ia diusir oleh ayah Mien karena dianggap tidak sederajat. Ketika ia mengikuti rapat-rapat Sarekat Islam yang dipimpin oleh bapak kost-nya Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (HOS Cokroaminoto) ia makin tertarik pada ide kebangsaan. Soekarno muda pun mulai belajar berpidato sendirian di kamarnya. Segera, di usia 24 tahun ia telah mulai berpidato di berbagai tempat.
Beranjak dewasa, Soekarno mulai aktif di politik. Ia mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) sebagai basis organisasinya bersama sejumlah rekan, termasuk Gatot Mangkoepradja. Ia kemudian ditangkap dengan tuduhan menghasut dan berhaluan komunis.
Ia, Gatot, dan dua rekan lainnya dipenjara di Banceuy, Bandung. Di saat inilah ia kemudian menyusun pledooi (pembelaan)-nya yang terkenal: “Indonesia Menggugat”. Soekarno tetap dijatuhi hukuman penjara empat tahun, namun dua tahun kemudian dibebaskan. Terutama karena gejolak di dalam negeri Belanda sendiri yang mengecam hukuman itu sebagai bertentangan dengan kemanusiaan dan demokrasi.
Soekarno kembali ke politik, tapi kemudian ditangkap lagi dan lantas diasingkan ke Ende, lalu dipindahkan ke Bengkulu. Karena tidak memiliki podium dan massa, maka Soekarno memilih menjadi guru relawan di sekolah Muhammadiyah. Di sinilah ia kemudian jatuh hati pada salah satu muridnya, anak tokoh lokal Hassan Din. Namanya: Fatmawati. Padahal, saat itu Soekarno masih beristrikan Inggit Garnasih, istri keduanya setelah menceraikan istri pertamanya Siti Oetari.
Di saat ‘galau’ dengan masalah rumah tangganya, terutama karena Inggit belum mampu memberikan anak, ekskalasi politik memanas. Perang Dunia II mencapai Asia dengan masuknya Jepang ke dalam kancah perang dengan membom pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pearl Harbour, Hawaii. Jepang memberikan istilah sendiri untuk Perang Dunia II di teater Pasifik sebagai “Perang Asia Timur Raya”. Kekuatan Jepang dengan cepat melumpuhkan satu demi satu negara di Asia, terutama di Asia Timur dan Tenggara. Indonesia yang waktu itu dikuasai Belanda ikut jatuh, menyusul kalahnya Amerika Serikat dan Inggris di Singapura dan Filipina.
Pasukan Belanda pimpinan Letnan Kolonel Hoogeband yang berpangkalan di Bengkulu sempat akan memindahkan Soekarno ke Jawa untuk kemudian akan diungsikan ke Australia. Tapi terlambat karena Jepang keburu mendarat. Terjadi kekacauan, perampokan dan penjarahan terutama terhadap orang-orang Belanda dan keturunan Tionghoa. Beberapa petinggi tentara Belanda di sana kemudian dieksekusi oleh tentara Jepang. Soekarno sendiri digambarkan sempat menyelamatkan pedagang Tionghoa yang dirampok oleh tentara Jepang.
Berbeda dengan Belanda, Jepang bersikap baik kepada Soekarno. Ia dibawa kembali ke Jawa. Tujuan Jepang adalah memanfaatkan Soekarno untuk menarik hati rakyat agar mendukung program 3 A: Jepang Cahaya Asia, Jepang Sahabat Asia, Jepang Pelindung Asia. Ini adalah program propaganda perang negeri matahari terbit itu. Apalagi ia sempat diperbolehkan membentuk PETA (PEmbela Tanah Air) dan PUTERA (PUsat TEnaga Rakyat), serta mengibarkan bendera merah-putih dan menyanyikan Indonesia Raya di seluruh Jawa. Tapi, Soekarno sedih karena Jepang malah menggunakannya untuk mencari tenaga kerja paksa romusha. Di film ini digambarkan bahwa foto Soekarno sedang menjadi ‘mandor’ memang sengaja dibuat Jepang sebagai alat propaganda.
Walau begitu, Soekarno merasa bisa memanfaatkan situasi ini untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Sutan Sjahrir keras menolak, untung ada Mohammad Hatta yang bijak menjadi penengah. Akhirnya disepakati dua jalan, Soekarno dan Hatta mencari peluang kooperasi dengan pemerintah Dai Nippon, sedangkan Sutan Sjahrir memimpin kelompok pemuda berada di garis keras.

Di tengah situasi genting, Soekarno mengalami masalah rumah tangga. Ia ingin menikahi Fatmawati, tapi tidak mau menceraikan Inggit. Masalahnya, Inggit tidak mau dimadu dan Fatmawati sudah dilamar orang lain. Akhirnya, Inggit mengalah dan meminta diceraikan. Soekarno pun menikahi Fatmawati dan tak lama kemudian istrinya itu hamil. Soekarno pun tak lama kemudian digembirakan dengan lahirnya putra pertamanya, yang diberi nama Guntur Soekarnoputra.
Tanpa diduga, Amerika Serikat yang gusar pada kekalahan di Pearl Harbour menggunakan jalan pintas yang kejam untuk mengakhiri perang: menjatuhkan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Jepang menyerah kalah. Siaran radio luar negeri yang dilarang berhasil didengarkan oleh beberapa tokoh, terutama Sjahrir. Ia membujuk Soekarno dan Hatta agar mengabaikan janji kemerdekaan dari Jepang, yang rencananya akan diadakan pada tanggal 22 Agustus 1945. Soekarno yang sempat diberikan penghargaan langsung oleh Kaisar Jepang Hirohito –yang bahkan rela turun dari singgasana untuk menyalami Soekarno, suatu hal yang amat sangat langka karena ia dianggap dewa di negerinya- masih mempercayai Jepang.
Saat Soekarno, Hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh ‘tua’ masih mempertimbangkan beberapa hal, kelompok pemuda bergerak. Mereka menculik Soekarno, Hatta dan Fatmawati ke Rengasdengklok pada 15 Agustus 1945. Sjahrir terkejut dan marah. Meski berbeda pendapat dengan Soekarno-Hatta, ia menyatakan kedua tokoh itu sangat penting bagi pergerakan kemerdekaan. “Dua-tiga Sjahrir pun tak akan bisa menggantikan Soekarno!” katanya. Ia pun mendesak para pemuda untuk mengembalikan keduanya ke Jakarta.
Sesampai di Jakarta, Laksamana Tadashi Maeda melaksanakan janji samurainya setelah dalam pertemuan sebelumnya sempat disindir Hatta. Ia meminjamkan rumahnya sebagai tempat merumuskan naskah proklamasi. Bahkan, tokoh-tokoh pergerakan sudah dikumpulkan sebelumnya dan menyambut Soekarno-Hatta saat tiba di rumah Maeda. Akhirnya, diputuskan tiga orang untuk menyusun naskah proklamasi: Soekarno, Hatta dan Ahmad Soebardjo .
Ketika naskah itu selesai ditulis tangan, Sayuti Melik ditugaskan mengetiknya. Suasana tegang terasa, terutama karena kuatir tentara Jepang akan ikut campur. Tapi karena jaminan Maeda, semua lancar dan aman. Esok paginya, Hatta pulang dulu untuk sahur, mandi dan berganti pakaian. Dalam film tidak digambarkan, tapi saat itu bulan Ramadhan. Soekarno yang kelelahan demam. Ia diperiksa dr. Soeharto. Tapi saat Bodancho PETA Latief Hendraningrat melapor semua sudah siap, Soekarno menolak membacakan proklamasi tanpa Hatta. Ketika akhirnya Hatta datang, acara pun dimulai dengan sambutan singkat dari Soekarno yang dilanjutkan pembacaan naskah proklamasi dan pengibaran bendera Sang Saka Merah Putih diiringi lagu Indonesia Raya. Beberapa malam sebelumnya, Fatmawati yang sedang mengandung menjahit sendiri dengan tangan bendera pusaka itu. Bendera nasional pertama yang dikibarkan di era Indonesia merdeka.
Kemerdekaan Indonesia disambut, peran Soekarno terus berlanjut. Dan bangsa ini terus memantapkan diri sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Soekarno akan selamanya dikenang sebagai Bapak Bangsa yang telah membawa Indonesia mencapai kemerdekaannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar